Friday, February 2, 2018

SENDIRI DI AMBANG PILU










 " Bila kau ingin menjauh, menjauhlah..
Bila kau ingin mendekat, 
menepilah !
Ujarku
Tak dihargai begitulah aku. Berlari dalam detik yang mencekik.


Keji, ku sendiri sungguh sepi
Ku nikmati udara kelabu disini
Atau melempar jauh harapan
Yang lama-lama tak menuai senyuman


Didanau
Aku duduk, duduk melamun
Sedih, kusedih
Kau pergi tinggal aku disini


Dariku, yang selalu meninggikanmu "






Akhir Juni 2017 .

Ketika semua nampak biasa saja, dan terkesan indah. Air mata tak akan berbisik pada hati. Untuk mengutarakan sedih yang teramat dalam. Mendayung romansa, kala itu memang sungguh indah. Bagaikan tanpa skenario ataupun teks untuk melakukan semuanya. Mengalir dan mengalir begitu saja, dinikmati dan diresapi . 


Kadang pula lupa menjadi hal paling dramatis, ketika sadar bahwa sudah terlalu jauh menikmati pendekatan yang meyakinkan untuk mendapatkan sosokmu. Kadang pula puisi terbuang percuma dan hanya jadi kenangan yang akan dibawa sampai nanti. Dibuka dengan puisi dan diakhiri dengan puisi juga. Aku rasa banyak yang patah hati namun bisakah menahan patah hati yang besar terpaannya.


Lupakan, bagaimana harum yang kemarin belum usai namun menghisap kelabu di penghujung. Menyematkan namamu saja aku nampak bergejolak, melihat senyummu dibalik pagar rumah saja, aku kencan dengan kasmaranku sendiri. Dari bukan apa-apa, kamu menjadi sosok special diantara rentetan bunga-bunga.

Kamu tahu sejak kapan aku terperangkap dalam hitam manis senyummu. Aku menata semua rasa dengan nada, membuat sebuah cintaku sendiri untuk meninggikanmu dalam lingkungan bermain bersama. Menertawakan segala hal dalam lini pesan singkat, bertukar suara di tengah malam dan tertidur dalam pembicaraan gantung.

Esok menjadi singgah, lusa menjadi tapak.  Berbulan-bulan menjadi cahaya penerang jiwa, larik panjang syarat akan ekspresi keindahan. Beginilah aku, yang tak main-main akan perasaanku, kemarin bahkan sampai saat ini. Saat kita tidak bisa bersama, mungkin hanya masalah waktu. Tapi aku berhenti juga karena semua nampak tak selaras. 

Kita berjanji akan berjumpa di sudut Ibukota, kamu pergi jauh, jauh sekali. Sampai aku tak bisa melihat bayanganmu lagi, padahal rasa ini masih terik adanya. Padahal rasa ini kuat menggandengmu, memayungimu. Menyejukkanku, tak kala menyesakkanku. 


Membiru sendiri, yang aku sadari perbedaan kita tak bisa diubah atau di ganggu gugat. Saat kamu punya jalanmu sendiri, saat kamu temukan bahagiamu sendiri, aku dengan bahagiaku, denganmu hanya dapat melihat, menyimak, membawa kembali pulang dengan tangan hampa. Aku tak peduli malam yang menyedihkan di jalanan, sebelum turun hujan kelabu. Sajak yang keluar hanyalah kekesalan semata.

Ngomel-ngomel tak puguh, kesal tak pantas. Aku terlena... , aku pasrah . Sepertinya kamu juga tak akan dengar. Bahkan keluar rumah untuk menengok perasaanku saja engkau enggan. Sudah, aku tak kuasa, aku yang salah. Menusuk hatiku dengan harapan yang kamu berikan, semakin banyak tusukan, semakin banyak kehancuran. Semakin banyak ekspetasi, semakin banyak realita yang salah. Percuma ! .

Disaat aku membawa diriku, ini ungkapanku yang terakhir tentang kesakitan disaat mengkonsumsi senyummu disaat pula wajahmu yang  manis meracuni . Aku sedih . Hanya dapat mengambarkanmu lewat kata-kata lalu memberikan sedikit karya, gambar tanganku yang sekarang telah hilang. Seiring hilangnya hubungan kita yang tak seberapa.

Aku pergi ke kesebuah danau disalah satu taman di daerah timur Jakarta. Berharap singgahan bukan hanya singgahan tapi juga torehan. Aku melihat banyak pasangan dibawah pohon rindang dan mereka saling bercengkrama, sama seperti burung-burung ditaman, sungguh romantis. Aku membayangkan romantisme yang sama denganmu tapi selalu teringat saat kamu berada tepat disamping pria itu, tersenyum bahagia dan mengabadikannya yang aku jelas bisa lihat dan rasakan.

Aku di taman hanya memotret hal-hal dengan ponselku, membiarkan sesal jadi debu dan ini semua bukan akhir dari segalanya, senandung apapun itu hanya aku yang tahu. Kasih tak sampai, sudah cukup untuk menulis keindahan tentangmu, layaknya anak kecil berdiri diatas bukit dibawah baris bintang-bintang yang terang menderang. Namun hanya bisa melihat tanpa bisa menyentuh.


Didanau pun sama, seperti tak ada sakit hati yang lain saja. Sakit hati oleh karnamu hanyalah emosi yang dapat berbicara. Aku kesal dengan cintaku padamu, amarah ! .

Lantaran ini hanya menjadi peninggalan, bagaimana kalau ini aku kenang saja. Seseorang yang aku cinta teramat parah.


Selamatkan rasaku, aku pulang dari dirimu dan duniamu.








Takersss!
2018



Follow Social Media Account :

Me

Twitter :

https://twitter.com/daciyoeco

Instagram :

https://www.instagram.com/daciyoeco/




0 comments:

Post a Comment