" Bila kau ingin menjauh, menjauhlah..
Bila kau ingin
mendekat,
menepilah !
Ujarku
Tak dihargai begitulah aku.
Berlari dalam detik yang mencekik.
Keji, ku sendiri sungguh sepi
Ku nikmati udara kelabu disini
Atau melempar jauh harapan
Yang lama-lama tak menuai
senyuman
Didanau
Aku duduk, duduk melamun
Sedih, kusedih
Kau pergi tinggal aku disini
Dariku, yang selalu
meninggikanmu "
Akhir Juni 2017 .
Ketika semua nampak biasa saja, dan terkesan indah. Air mata tak
akan berbisik pada hati. Untuk mengutarakan sedih yang teramat dalam. Mendayung
romansa, kala itu memang sungguh indah. Bagaikan tanpa skenario ataupun teks
untuk melakukan semuanya. Mengalir dan mengalir begitu saja, dinikmati dan
diresapi .
Kadang pula lupa menjadi hal paling dramatis,
ketika sadar bahwa sudah terlalu jauh menikmati pendekatan yang meyakinkan
untuk mendapatkan sosokmu. Kadang pula puisi terbuang percuma dan hanya jadi
kenangan yang akan dibawa sampai nanti. Dibuka dengan puisi dan diakhiri dengan
puisi juga. Aku rasa banyak yang patah hati namun bisakah menahan patah hati
yang besar terpaannya.
Lupakan, bagaimana harum yang kemarin belum usai
namun menghisap kelabu di penghujung. Menyematkan namamu saja aku nampak
bergejolak, melihat senyummu dibalik pagar rumah saja, aku kencan dengan
kasmaranku sendiri. Dari bukan apa-apa, kamu menjadi sosok special diantara
rentetan bunga-bunga.
Kamu tahu sejak kapan aku terperangkap dalam
hitam manis senyummu. Aku menata semua rasa dengan nada, membuat sebuah cintaku
sendiri untuk meninggikanmu dalam lingkungan bermain bersama. Menertawakan
segala hal dalam lini pesan singkat, bertukar suara di tengah malam dan
tertidur dalam pembicaraan gantung.
Esok menjadi singgah, lusa menjadi tapak.
Berbulan-bulan menjadi cahaya penerang jiwa, larik panjang syarat akan ekspresi
keindahan. Beginilah aku, yang tak main-main akan perasaanku, kemarin bahkan
sampai saat ini. Saat kita tidak bisa bersama, mungkin hanya masalah waktu.
Tapi aku berhenti juga karena semua nampak tak selaras.
Kita berjanji akan berjumpa di sudut Ibukota,
kamu pergi jauh, jauh sekali. Sampai aku tak bisa melihat bayanganmu lagi,
padahal rasa ini masih terik adanya. Padahal rasa ini kuat menggandengmu,
memayungimu. Menyejukkanku, tak kala menyesakkanku.
Membiru sendiri, yang aku sadari perbedaan kita
tak bisa diubah atau di ganggu gugat. Saat kamu punya jalanmu sendiri, saat
kamu temukan bahagiamu sendiri, aku dengan bahagiaku, denganmu hanya dapat
melihat, menyimak, membawa kembali pulang dengan tangan hampa. Aku tak peduli
malam yang menyedihkan di jalanan, sebelum turun hujan kelabu. Sajak yang
keluar hanyalah kekesalan semata.
Ngomel-ngomel tak puguh, kesal tak pantas. Aku
terlena... , aku pasrah . Sepertinya kamu juga tak akan dengar. Bahkan keluar
rumah untuk menengok perasaanku saja engkau enggan. Sudah, aku tak kuasa, aku
yang salah. Menusuk hatiku dengan harapan yang kamu berikan, semakin banyak
tusukan, semakin banyak kehancuran. Semakin banyak ekspetasi, semakin banyak
realita yang salah. Percuma ! .
Disaat aku membawa diriku, ini ungkapanku yang
terakhir tentang kesakitan disaat mengkonsumsi senyummu disaat pula wajahmu
yang manis meracuni . Aku sedih . Hanya dapat mengambarkanmu lewat
kata-kata lalu memberikan sedikit karya, gambar tanganku yang sekarang telah
hilang. Seiring hilangnya hubungan kita yang tak seberapa.
Aku pergi ke kesebuah danau disalah satu taman di
daerah timur Jakarta. Berharap singgahan bukan hanya singgahan tapi juga
torehan. Aku melihat banyak pasangan dibawah pohon rindang dan mereka saling
bercengkrama, sama seperti burung-burung ditaman, sungguh romantis. Aku
membayangkan romantisme yang sama denganmu tapi selalu teringat saat kamu
berada tepat disamping pria itu, tersenyum bahagia dan mengabadikannya yang aku
jelas bisa lihat dan rasakan.
Aku di taman hanya memotret hal-hal dengan
ponselku, membiarkan sesal jadi debu dan ini semua bukan akhir dari segalanya,
senandung apapun itu hanya aku yang tahu. Kasih tak sampai, sudah cukup untuk
menulis keindahan tentangmu, layaknya anak kecil berdiri diatas bukit dibawah
baris bintang-bintang yang terang menderang. Namun hanya bisa melihat tanpa
bisa menyentuh.
Didanau pun sama, seperti tak ada sakit hati yang
lain saja. Sakit hati oleh karnamu hanyalah emosi yang dapat berbicara. Aku
kesal dengan cintaku padamu, amarah ! .
Lantaran ini hanya menjadi peninggalan, bagaimana kalau ini aku kenang saja. Seseorang yang aku cinta teramat parah.
Lantaran ini hanya menjadi peninggalan, bagaimana kalau ini aku kenang saja. Seseorang yang aku cinta teramat parah.
Selamatkan rasaku, aku pulang dari dirimu dan
duniamu.
Takersss!
2018
2018
Follow Social Media Account :
Me
Twitter :
https://twitter.com/daciyoeco
Instagram :
https://www.instagram.com/daciyoeco/
0 comments:
Post a Comment